Silat yang merupakan bela diri asli Indonesia, sudah begitu lekat dengan masyarakat Betawi sejak ratusan tahun silam. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya aliran-aliran silat yang tumbuh dan lahir dari tanah Betawi, seperti Beksi yang lahir di daerah Kebayoranlama atau silat Cingkrik dari Condet. Tanahabang pun menjadi tempat lahirnya satu aliran silat yang diberi nama, Sabeni. Namun, dari dua jenis aliran silat ini, silat Sabeni kini berada di ambang kepunahan.
Tokoh aliran silat Sabeni, Zul Bachtiar, mengakui, aliran silat Sabeni ini memang tak setenar ilmu silat lain yang ada di Betawi. Sebab, saat ini hanya satu perguruan atau padepokan silat Sabeni yang masih tersisa di Tanahabang. Itu pun hanya beranggotakan tak lebih dari 30 orang. "Dulu ada beberapa perguruan, itu pun diasuh oleh cucu-cucu H Sabeni, yakni Ramdhani Mustofa dan Taufik. Tapi sekarang cuma saya, yang lain udah pada bubar," jelas salah satu cucu H Sabeni ini.
Diceritakannya, aliran silat ini lahir pada awal abad ke 20. Pencipta aliran ini adalah H Sabeni yang merupakan jago silat Betawi dari Tanahabang, dekat dengan pasar Kambing. "Haji Sabeni mendapatkan ilmu silat dari dua orang berbeda, yakni H Suud dan H Mail, keduanya tokoh Tanahabang," katanya.
Aliran silat Sabeni memiliki kekhasan pada serangan pukulan dengan sontokon pada bagian punggung telapak tangan. Tak hanya itu, kuda-kuda aliran Sabeni pun lebih rendah antara kaki satu dan lainnya sedikit merapat.
Dalam jurus silat Sabeni ada 15 jurus dasar, yang terdiri dari jurus dasar 1, hingga jurus dasar 15. Keseluruhan jurus dasar yang ada, lanjut Zul Bachtiar, terfokus pada penyerangan. "Kaga ada istilah nunggu diserang lawan, tapi kita yang dahulu memulai serangan terhadap lawan," kata pria yang kini bermukim di Bogor dengan logat Betawinya yang masih kental.
Diakui Zul, minimnya penerus ajaran silat Sabeni, dikarenakan kurangnya minat generasi muda, khususnya generasi muda Betawi terhadap upaya pelestarian kebudayaan asli Betawi, termasuk pada kesenian bela diri silat. Seni bela diri silat ini, lanjut Zul, kalah pamor dengan jenis bela diri lain dari luar daerah atau pun luar negeri. "Usaha saya untuk terus mengajarkan ini juga, sebagai upaya pelestarian kesenian silat," tambahnya.
Padahal, katanya, ilmu silat Sabeni pernah tenar sekitar tahun 1940-an, di mana saat itu H Sabeni mengalahkan jagoan karate dan jagoan sumo asal Jepang dengan mudahnya. Hingga akhirnya banyak warga yang berguru ke H Sabeni, dan karena kesohorannya pun, nama H Sabeni diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Tanahabang, Jakarta Pusat.
H Sabeni wafat pada tahun 1945, jasadnya dimakamkan di Gang Kubur, Tanahabang yang berdekatan dengan rumahnya. Namun beberapa tahun kemudian, makam H Sabeni kemudian dipindahkan ke TPU Karet Bivak, Tanahabang. "Nggak ade yang tersisa dari H Sabeni, hanya sebuah makam yang terletak di Karet Bivak," kata Zul lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar